

Salah satu fungsi Museum Nasional berdasarkan Permendikbud No.37 Tahun 2016 adalah melaksanakan penyajian benda bernilai budaya berskala nasional dalam bentuk pameran. Museum Nasional telah terlibat dalam berbagai pameran di dalam maupun di luar negeri. Jika pameran dilakukan di dalam negeri, tentunya tidak terlalu menimbulkan persoalan. Namun, bagaimana jika dilakukan di luar negeri dengan iklim yang berbeda atau perjalanan yang jauh? Bagaimana penanganannya? Apa yang harus dipersiapkan?
Beberapa kerja sama yang melibatkan koleksi Museum Nasional di negara dengan iklim berbeda pernah dilakukan untuk sejumlah pameran antara lain: Pameran Europalia di Belgia (2017-2018), Pameran The Origin of Beauty “Dramatic Nostagia” di Museum of Busan, Korea Selatan (2014-2015), dan Pameran Share Cultural Heritage “Treasure of Sumatra (Khasanah Budaya Sumatera)” (2005). Ketika melakukan pengiriman koleksi-koleksi Museum Nasional di negara yang berbeda iklim, tim konservator sangat berperan untuk menjaga kestabilan kondisi koleksi sebelum, selama dan setelah dipamerkan.
Tidak semua koleksi Museum Nasional dapat dipinjam untuk pameran. Koleksi Museum Nasional berjumlah 163.757 buah (Data sementara) yang terdiri dari koleksi prasejarah, arkeologi, numismatik dan heraldik, keramik, etnografi, sejarah dan geografi. Berdasarkan material koleksi museum dibagi menjadi koleksi organik, anorganik dan campuran antara organik dan anorganik. Sebagian besar koleksi museum berbahan dasar organik yang sangat rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan.
Pada kegiatan pemilihan koleksi, Bidang Perawatan dan Pengawetan (bidang di Museum Nasional yang memiliki tugas dan fungsi di ranah tersebut) memberikan rekomendasi apakah koleksi tersebut layak, riskan, atau tidak untuk dikirim dan dipamerkan. Karena tidak hanya kondisi iklim yang harus diperhatikan, proses perjalanan dari Museum Nasional ke lokasi pameran saja, misalnya, cukup rentan mempengaruhi kondisi koleksi. Ada banyak faktor antara lain guncangan selama perjalanan, pengepakan yang kurang baik, dan lainnya.
Seksi Observasi tidak boleh memberikan izin berangkat untuk koleksi yang riskan. Koleksi arca batu Mejan dari Museum Negeri Propinsi Sumatera Utara, misalnya, tidak jadi dipamerkan dalam Pameran Europalia Arts Festival Indonesia di Belgia, mengingat kondisi koleksi yang telah patah dua di bagian bawah serta material koleksinya yang terbuat dari batu kapur. Koleksi tersebut dikhawatirkan akan mengalami kerusakan yang lebih parah apabila dibawa dalam perjalanan jauh.
PENGAMATAN DAN PENDATAAN koleksi museum harus dicatat dalam lembar kondisi koleksi (condition report) sebelum dilakukan pengepakan. Lembar kondisi koleksi ini mencatat antara lain nama koleksi, nomor inventarisasi, kondisi koleksi, dan foto koleksi secara terperinci dari berbagai sudut. Ketika koleksi sampai di negara tujuan, pengamatan dan pendataan kondisi koleksi harus dilakukan lagi.
Pengamatan dan pendataan ini dilakukan oleh kedua pihak—konservator Museum Nasional dan konservator dari museum setempat maupun penyelenggara. Dokumen ini harus ditandatangani oleh kedua pihak.Pengamatan dan pendataan juga dilakukan selama pameran oleh tim monitoring dari Museum Nasional dan saat pameran berakhir. Beberapa catatan yang harus diperhatikan oleh konservator antara lain apakah koleksi mengalami perubahan, apakah ada pengaruh iklim, dan lain-lain. Proses yang sama juga dilakukan ketika koleksi tersebut telah pulang ke Museum Nasional. Catatan ini dibandingkan dengan data yang sudah direkam dalam lembar kondisi koleksi sebelumnya. Hasil pengamatan dan pendataan ini juga harus ditandatangani oleh kedua belah pihak. Dokumen ini juga sangat penting sebagai salah satu syarat kelengkapan apabila harus dilakukan klaim asuransi kerusakan.
PERAWATAN DAN RESTORASI KOLEKSI dilakukan sebelum koleksi dikirim ke negara lain. Perawatan koleksi dilakukan secara hati-hati. Satu demi satu koleksi dikerjakan di laboratorium perawatan dan pengawetan maupun di ruang transit sebelum koleksi diberangkatkan.
Koleksi yang memerlukan penanganan restorasi antara lain yang memiliki kondisi rusak, seperti ikatan yang longgar, rapuh, cat terkelupas, dan lain-lain. Kegiatan restorasi kadang membutuhkan waktu yang lama, ketelitian, dan kesabaran. Yang perlu diperhatikan adalah penggunaan material restorasi bersifat reversibel dan harus sama atau mirip dengan material aslinya. Bentuk koleksi juga harus sama dengan bentuk awalnya. Sebisa mungkin konservator juga mempertahankan material yang lama.
Setelah koleksi dirawat dan direstorasi, tim pengawetan melakukan proses pelapisan koleksi dengan bahan-bahan kimia tertentu di laboratorium. Pelapisan koleksi ini berfungsi meminimalkan koleksi kontak dengan udara. Setelah koleksi dilapisi, dilakukan proses pembungkusan untuk meminimalkan koleksi terkena paparan debu dari udara. Kemudian koleksi disimpan di ruang simpan sementara sebelum koleksi dilakukan pengiriman ke negara tujuan.
Tantangan bagi konservator pengawetan adalah bagaimana mengatasi adanya perbedaan besarnya temperatur dan kelembaban relatif udara (RH) antara Indonesia dengan negara tujuan. Kelembaban relatif udara (RH) di negara tujuan dengan kondisi RH yang cenderung rendah sehingga lingkungan lebih kering, sedangkan koleksi Museum Nasional sudah lama disimpan dengan kondisi kelembaban relatif udara (RH) yang cenderung tinggi (60% sd >70%). Perbedaan RH antara negara tujuan dan Indonesia menyebabkan terjadinya fluktuasi udara, yang dapat menyebabkan koleksi retak atau terbelah, terutama koleksi yang berbahan dasar kayu.
Dalam hal ini, upaya yang dilakukan oleh tim pengawetan yaitu memberi silika gel sebagai peyangga RH di dalam lemari pajang koleksi yang terdapat di museum atau instansi tempat pelaksanan pameran. Dalam kondisi yang sangat kering, silika gel dapat mengambil kelembaban dari atmosfer luar. Sebaliknya, dalam kondisi sangat lembab, silika gel akan melakukan sebaliknya.
Daya serap silika gel ada di kisaran 15-35% dari beratnya sendiri. Produk silika gel biasanya bertahan sekitar enam bulan. Sebagai acuan standar, setiap meter kubik membutuhkan 500 gram. Namun, tingkat kelembaban udara dalam kemasan dan ruangan sangat mempengaruhi jumlah silika gel yang dibutuhkan. Semakin tinggi tingkat kelembabannya, semakin banyak jumlah silika gel yang dibutuhkan, dan semakin cepat titik jenuhnya tercapai.
Tim konservasi juga perlu memperhatikan peti yang digunakan untuk mengepak koleksi. Peti-peti harus dilakukan tindakan fumigasi. Material kayu yang digunakan untuk peti harus dikeringkan untuk mencegah tumbuhnya jamur yang dapat menular ke koleksi. Tim konservator pun harus ikut berperan dalam proses pengepakan. Metode pengepakan koleksi bisa sangat berbeda dengan pengepakan barang biasa. Tim ini menentukan material pendukung pengepakan apa yang paling aman untuk membungkus koleksi seperti etafoam, bubble plastic, kertas bebas asam, dan lain-lain.
Itulah peran Bidang Perawatan dan Pengawetan di balik layar pameran. Ada banyak kerja keras di balik koleksi-koleksi yang rapi dan indah
(Penulis Dyah Sulistiyani dalam Warta Museum Tahun XIII No. 13 Tahun 2018)